Beranda | Artikel
Wasiat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
20 jam lalu

Wasiat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Shahih Jami’ Ash-Shaghir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 8 Jumadil Awal 1447 H / 30 Oktober 2025 M.

Kajian Islam Tentang Wasiat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Hadits ke-73 ini diriwayatkan dari sahabat Sahl bin Sa’ad. Terdapat dalam kitab Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan disebutkan pula oleh As-Suyuti dalam kitab Asy-Syirazi. Asy-Syirazi, yaitu Abu Bakar Ahmad bin Abdurrahman, wafat pada tahun 431 Hijriah. Beliau memiliki kitab berjudul Al-Alqab wa al-Kuna. Kitab ini memuat hadits dan, wallahu a’lam, barangkali belum dicetak. Namun, sebagian ulama meringkasnya, dan buku ringkasan tersebut telah dicetak serta dimanfaatkan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari hadits Jabir, kemudian dari hadits Ali Radhiyallahu ‘Anhu yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَتَانِي جِبْرِيلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ! عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْمُؤْمِنِ قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ، وَعِزَّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ

“Jibril mendatangiku lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu karena sesungguhnya engkau akan mati, dan cintailah siapa pun yang engkau suka karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya, dan lakukanlah perbuatan apa pun yang engkau suka karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan dengannya, dan ketahuilah sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin adalah shalat malamnya, dan kewibawaannya adalah tidak bergantung kepada manusia.`” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, Abu Nu’aim)

Biasanya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dipanggil oleh Allah ‘Azza wa Jalla dengan panggilan kehormatan sebagai rasul atau nabi, seperti:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ

“Wahai Nabi! Bertakwalah kepada Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 1)

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ

“Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 67)

Namun, dalam riwayat ini Jibril memanggil dengan nama langsung, “Ya Muhammad.” Al-Munawi Rahimahullah dalam Faidhul Qadir syarah Jami’ As-Shaghir mengatakan bahwa ini adalah situasi untuk memberi nasihat penting, seolah orang yang akan mendapat pujian dan kepastian dari Allah ‘Azza wa Jalla. Ketika dipanggil dengan nama, perhatian beliau akan lebih terfokus. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan dinasihati tentang lima hal yang merupakan keniscayaan, seperti kematian yang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu, panggilan dengan nama ini sangat tepat agar pesan lebih diperhatikan.

Lima Wasiat Penting Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

1. Hidup sesukamu, tetapi engkau pasti akan mati.

Jibril berkata: “Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan mati.” Setiap orang yang berakal paham bahwa cepat atau lambat pasti akan mati. Tidak ada seorang pun yang kekal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az-Zumar [39]: 30)

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 185)

Meskipun seandainya ada yang diberi umur panjang, umur umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terbatas. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur-umur umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Dan sedikit dari mereka yang melewatinya.” (HR. At-Tirmidzi)

Umat-umat terdahulu memang ada yang memiliki umur panjang, namun mereka juga mati. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentang Nabi Nuh ‘Alaihi Salam:

فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا

“Maka dia (Nuh) tinggal di antara mereka selama sembilan ratus lima puluh tahun.” (QS. Al-‘Ankabut [29]: 14)

Pada umat terdahulu, bahkan ada yang bisa memilih umur sendiri. Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Malakul Maut mendatangi Nabi Musa ‘Alaihi Salam dalam wujud manusia. Nabi Musa ‘Alaihi Salam tidak mengenali bahwa yang datang adalah Malaikat Maut, yang kemudian mengatakan, “Wahai Musa, penuhi panggilan Rabbmu (maksudnya bersiaplah untuk mati).” Nabi Musa ‘Alaihi Salam yang tidak mengenal orang itu pun marah, lalu memukul wajah Malaikat Maut hingga matanya keluar. Malaikat Maut kembali kepada Allah ‘Azza wa Jalla seraya berkata:

يَا رَبِّ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ

“Ya Rabb, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang tidak mau mati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka Allah ‘Azza wa Jalla mengembalikan mata Malaikat Maut, lalu memerintahkannya: “Pergi lagi kepadanya dan katakan kepadanya agar ia meletakkan tangannya di atas punggung lembu jantan, maka setiap helai rambut yang tertutup tangannya akan menjadi tambahan umur baginya selama satu tahun.”

Nabi Musa ‘Alaihi Salam bertanya, “Ya Rabb, kemudian apa?” Allah ‘Azza wa Jalla menjawab, “Kemudian mati.” Maka Nabi Musa ‘Alaihi Salam berkata, “Kalau begitu, sekarang saja.”

Kisah ini seharusnya menyadarkan setiap orang yang hidup bahwa hidup harus bersiap untuk mati. Ketika Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah wafat, beliau memeluk dan mencium antara kedua mata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian menangis dan berkata:

لا يَجْمَعُ اللَّهُ علَيْكَ مَوْتَتَيْنِ…

“Allah tidak akan mengumpulkan kepadamu, ya Rasulullah, dua kematian. Adapun kematian yang pertama, engkau telah melewatinya.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan Al-Albani)

Semua pasti akan melewati kematian. Inilah pesan pertama yang disampaikan Jibril kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

2. Cintai siapa pun, tetapi engkau pasti akan berpisah dengannya.

Pesan kedua dari Jibril adalah:

وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ

“Cintailah siapa pun yang engkau suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, Abu Nu’aim)

Kecintaan seseorang akan berakhir dengan perpisahan, baik berpisah tempat, waktu, atau karena kematian. Al-Munawi Rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang sadar tidak akan bisa selamanya bersama seseorang tidak akan menambatkan seluruh hatinya pada orang yang pasti akan ia tinggalkan. Kesadaran bahwa tidak akan selamanya bersama, baik karena masa kerja yang terbatas, kondisi orang yang dicintai sudah tua dan sakit-sakitan, atau loyalitas orang lain yang bergantung pada kepentingan tertentu, membuat seseorang membatasi harapan dan lebih waspada. Ini adalah sikap realistis. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menekankan:

أَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ

“Engkau akan suka dengan siapapun, engkau harus sadar suatu saat engkau akan berpisah dengan dia.”

3. Lakukanlah perbuatan apa pun, tetapi engkau pasti akan mendapat balasannya.

Pesan berikutnya dari Jibril:

وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ

“Lakukanlah perbuatan apa pun yang engkau suka, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan dengannya.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, Abu Nu’aim)

Hal ini sejalan dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ‎﴿٧﴾‏ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ‎﴿٨﴾

“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8)

Setiap perbuatan, sekecil apa pun, akan ada balasannya. Tidak ada yang sia-sia, dan semua orang tidak akan dizalimi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ

“Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini.” (QS. Ghafir [40]: 17)

Kita pun membaca dalam Surah Al-Fatihah:

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

“Yang menguasai hari Pembalasan.” (QS. Al-Fatihah [1]: 4)

Hari Kiamat adalah hari pembalasan seadil-adilnya. Orang yang tidak mendapatkan haknya di dunia karena kelemahan atau keterbatasan akan mendapatkan semua haknya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ayat-ayat ini menjadi kabar gembira bagi orang-orang yang terzalimi dan sekaligus ancaman bagi orang-orang yang berbuat zalim. Tidak ada yang terlewat di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam Surah Al-Kahfi disebutkan:

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا

“Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa yang ada di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Aduhai celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang ditinggalkannya yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan tercatat semuanya.’” (QS. Al-Kahfi [18]: 49)

Ini adalah teori yang harus dipahami; apakah meyakini atau tidak, semua tidak akan mengubah takdir Allah. Allah Maha Adil, dan semua hak akan diberikan. Amal perbuatan semuanya akan dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

4. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin terletak pada salat malamnya.

Jibril melanjutkan pesannya:

وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ

“Dan ketahuilah, sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin adalah salat malamnya.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, Abu Nu’aim)

“Ketahuilah”, menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, adalah isyarat ada pesan yang tadinya tidak diketahui, harus dipelajari, dan diajarkan. Ilmu itu tidak akan terlihat buahnya kecuali setelah dipelajari dan diajarkan. Pesan ini menunjukkan pentingnya belajar dan mengajarkan agar ilmu ini bermanfaat. شَرَفَ الْمُؤْمِنِ (kemuliaan, kehormatan) adalah sesuatu yang bergandengan dengan عِزَّة (wibawa) agar tidak mudah diremehkan. Kunci pertama kemuliaan seorang mukmin adalah hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui قِيَامُ اللَّيْلِ (shalat malam).

5. Kemuliaan juga terletak pada tidak bergantung kepada orang lain.

Pesan yang terakhir adalah:

وَعِزَّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ

“Dan kewibawaannya adalah tidak bergantung kepada manusia.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, Abu Nu’aim)

Kunci kemuliaan agar tidak gampang diremehkan dan selalu terhormat adalah اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ (tidak bergantung pada orang lain). Sebatas kemampuan seseorang untuk mengukur qana’ah dan mandiri, sekadar itu pula ia akan semakin terhormat. Pesan ini bertujuan agar seorang mukmin mulia, berwibawa, dan tidak mudah diatur, terutama saat ia tidak berutang budi.

Ada pepatah Arab bagus yang dinukil oleh Al-Munawi Rahimahullah:

اِسْتَغْنِ عَمَّنْ شِئْتَ فَأَنْتَ نَظِيرُهُ، وَاحْتَجْ إِلَى مَنْ شِئْتَ فَأَنْتَ أَسِيرُهُ، وَأَحْسِنْ إِلَى مَنْ شِئْتَ فَأَنْتَ أَمِيرُهُ

“Bersikap tidak butuhlah kepada siapa pun, maka engkau setara dengannya. Bergantunglah kepada siapa pun yang engkau mau, maka engkau akan menjadi tawanannya. Berbuat baiklah kepada siapa pun yang engkau mau, maka engkau akan menjadi pemimpinnya.”

Orang yang kaya dan terhormat, ketika menjadi bawahan seseorang yang lebih tinggi dan merasa sangat butuh, akan merendah dan kehilangan wibawanya. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki ketergantungan pada orang lain, meskipun secara materi biasa saja, akan merasa lebih mulia dan merdeka dalam menentukan pilihan hidup. Kebebasan seperti ini sangatlah mahal.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukanlah orang kaya, tetapi beliau terhormat dengan wahyu, agama, dan karena tidak merasa bergantung pada orang lain. Meskipun beliau pemimpin dan menerima bantuan dari para sahabat, namun beliau tidak menumpuk semua maslahat pribadinya. Beliau tetap berwibawa dan mulia karena motivasi dakwah dan mengejar pahala akhirat, bukan karena kepentingan duniawi. Kuncinya terletak pada tidak bergantung kepada orang lain.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ

“Zuhudlah (tidak bergantung) pada dunia niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah pada apa yang ada di tangan manusia niscaya manusia mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani)

Ibnu Rajab Rahimahullah menjelaskan bahwa sehebat dan sesuka apa pun seseorang kepada orang lain, jika suka meminta, maka orang lain itu tidak akan suka.

Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah pernah ditanya, “Siapa orang yang paling hebat di kota ini?” Dijawab, “Al-Hasan.” Lalu ditanyakan, “Apa yang membuat Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah hebat dan menjadi pemimpin di tengah masyarakatnya?”

Download MP3 Kajian

Mari turut membagikan link download kajian “Sebab Malaikat Rahmat Tidak Masuk ke Dalam Rumah” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55748-wasiat-jibril-kepada-nabi-muhammad-shallallahu-alaihi-wa-sallam/